syariah@uinkhas.ac.id -

INTERVENSI KEKUASAAN, POLITIK, DAN DEMOKRASI

Home >Berita >INTERVENSI KEKUASAAN, POLITIK, DAN DEMOKRASI
Diposting : Rabu, 03 Nov 2021, 13:31:55 | Dilihat : 476 kali
INTERVENSI KEKUASAAN, POLITIK, DAN DEMOKRASI


Oleh : Moh. Haris T. Rahman, Alumni Hukum Tata Negara Fakultas Syariah UIN KHAS Jember, dan Pengurus Media Center Fakultas Syariah Periode 2021-2022

 

Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara memberi pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok yang mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijakan negara, oleh karena kebijaksanaan tersebut menentukan kehidupan rakyat. Hal ini disampaikan oleh Delier Noer dalam bukunya dengan judul “Pengantar ke Pemikiran Politik”. Pendapat lain juga dikemukakan oleh Amirmachmud dalam tulisannya berjudul “Demokrasi. Undang-Undang dan Peran Rakyat”, dimana ia mengatakan bahwa negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat, atau, jika ditinjau dari sudut organisasi ia berarti suatu pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau atas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada ditangan rakyat.

Dalam proses demorasi, dimana untuk mencapai suatu pelayanan yang maksimal terhadap rakyat, dibentuklah pelayan-pelayan masyarakat. Dalam hal ini dibentuklah Presiden sebagai pimpinan tertinggi yang tujuannya adalah menjadi pemimpin dan pelayan bagi masyarakyatnya. Pada tingkat wilayah dipilih juga seorang Gubenur untuk menjadi pimpinan tingkat wilayah, dimana tugas dari Gubenur tersebut adalah menjadi pembantu Presiden dalam melayani masyarakat. Sedangkat untuk di tingkat kota dibentuklah Wali Kota atau Bupati yang memiliki tugas melaksanakan peraturan dari pusat dan wilayah yang pada pokok tugasnya adalah memberikan pelayanan maksimal pada masyarakat. Lalu selanjutnya juga dibentuk Kepala Kecamatan yang berwenang juga memberikan pelayanan yang baik bagi masyarakat. Sedangkan untuk yang paling rendah adalah dibentuknya Kepala Desa yang pada inti pokoknya juga adalah menjadi pelayan yang baik untuk masyarakat, bukan malah sebaliknya, mempersulit rakyat, seperti mempersulit dalam memberikan surat keterangan atau tanda tangan terhadap rakyat sebab dampak euforia politik.

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, pada Pasal 24 di sebutkan “Penyelenggaraan Pemerintahan Desa berdasarkan asas: a. kepastian hukum; b. tertib penyelenggaraan pemerintahan; c. tertib kepentingan umum; d. keterbukaan; e. proporsionalitas (seimbang); f. profesionalitas (professional/kualitas); g. akuntabilitas (pertanggungjawaban); h. efektivitas dan efisiensi; i. kearifan lokal; j. keberagaman; dan k. partisipatif.” Hal ini sudah sangat menggammbarkan bahwa proses keterbukaan dalam Pemerintahan Desa itu harus benar-benar bisa diterapkan, agar tercipta lingkungan yang demokratis dan mencapai kesejahteraan massyarakat.

Pada Pasal 26 ayat (2) disebutkan juga bahwa “Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa berwenang: a. memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa; b. mengangkat dan memberhentikan perangkat Desa; c. memegang kekuasaan pengelolaan Keuangan dan Aset Desa; d. menetapkan Peraturan Desa; e. menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa; f. membina kehidupan masyarakat Desa; g. membina ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa; h. membina dan meningkatkan perekonomian Desa serta mengintegrasikannya agar mencapai perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat Desa; i. mengembangkan sumber pendapatan Desa; j. mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa; k. mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat Desa; l. memanfaatkan teknologi tepat guna; m. mengoordinasikan Pembangunan Desa secara partisipatif; n. mewakili Desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan o. melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Dimana pada poin “F” dengan tegas dan jelas disebutkan bahwa Kepala Desa berwenang membina kehidupan masyarakat, bukan mengkerdilkan dan mengintimidasi masyarakat, atau bahkan memberikan contoh kurang baik pada rakyat, seperti melakukan perselingkuhan. Didalam poin “G” juga disebutkan bahwa Kepala Desa berwenang membina ketentraman dan ketertiban masyarakat desa, bukan malah meresahkan masyarakat desa, seperti tidak melaksanakan jam kantor sesuai mestinya.

Tentunya karena negara Indonesia ini adalah negara yang menganut asas demokrasi, maka segala bentuk pemilihan kepala pemerintahan dari pusat hingga daerahpun dilakukan dengan cara demokratis. Dalam hal ini disebut dengan Pemilu, untuk tingkat paling rendah, yakni pemilihan Kepala Desa. Dimana untuk aturan dalam pemilihan Kepala Desa ini telah di atur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Iindonesia Nomor 112 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Kepala Desa, Peraturan Menteri ini merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014. Sehingga segala bentuk keputusan, mulai dari pembentukan panitia hingga penentuan Tempat Pemungutan Suara (TPS) dilakukan dengan cara demokrasi, tidak boleh ada intervensi dari siapapun didalamnya, lebih-lebih dilakukan oleh calon atau bahkan oleh pendukung calon. Untuk aturan mengenai Tempat Pemungutan Suara (TPS) sudah tertuang dalam Pasal 35 ayat (1) yang berbunyi Jumlah pemilih di TPS ditentukan panitia pemilihan. Ayat (2) yang berbunyi TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditentukan lokasinya di tempat yang mudah dijangkau, termasuk oleh penyandang cacat, serta menjamin setiap pemilih dapat memberikan suaranya secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Ayat (3) yang berbunyi Jumlah, lokasi, bentuk, dan tata letak TPS ditetapkan oleh panitia pemilihan.

Sehingga selagi Tempat Pemungutan Suara (TPS) itu masih memenuhi kriteria dalam Pasal 35 Ayat 2 dengan bunyi “TPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditentukan lokasinya di tempat yang mudah dijangkau, termasuk oleh penyandang cacat, serta menjamin setiap pemilih dapat memberikan suaranya secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil”, masih sah-sah saja di tempati sebagai Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Oleh karena itu, proses intervensi yang dilakukan oleh siapapun, dengan alasan apapun, jika yang dimaksud tidak menyalahi aturan yang ditetapkan dan di sahkan oleh pemerintah, masih boleh-boleh saja untuk tetap dilakukan. Sehingga dengan menjalani proses penghargaan pendapat, tidak melakukan intervensi, melindungi hak masyarakat, akan berdampak baik terhadap terciptanya suasana demokratisasi yang indah dalam bingkai kemasyarakatan dan persatuan.

 

Berita Terbaru

Landmark Fakultas Syariah UIN KHAS Jember, Elemen Pembentuk Identitas dan Kebanggaan Menuju Fakultas Cendekia, Progresif, Mencerahkan
24 Sep 2024By syariah
Cegah Cyberbullying, Puskapis Fakultas Syariah Gelar Seminar Hukum Hadirkan Ketua Asosiasi Psikologi Islam Jateng
22 Sep 2024By syariah
Prodi Hukum Pidana Islam Fakultas Syariah UIN KHAS Jember Jalani Asesmen Lapangan Targetkan Akreditasi Unggul
21 Sep 2024By syariah

Agenda

Informasi Terbaru

Belum ada Informasi Terbaru
;