syariah@uinkhas.ac.id -

GUS NADIR PAPARKAN TANTANGAN HUKUM KELUARGA ISLAM DI AUSTRALIA DAN INDONESIA

Home >Berita >GUS NADIR PAPARKAN TANTANGAN HUKUM KELUARGA ISLAM DI AUSTRALIA DAN INDONESIA
Diposting : Minggu, 25 Sep 2022, 09:28:24 | Dilihat : 1285 kali
GUS NADIR PAPARKAN TANTANGAN HUKUM KELUARGA ISLAM DI AUSTRALIA DAN INDONESIA


Media Center - Australia sering dikatakan sebagai negara bagian dari Darul Islam, meski mayoritas penduduknya non-muslim. Hal tersebut dikarenakan praktik hukum Islam yang berkembang di Australia bisa dijalankan dengan baik, tanpa ada ketakutan dan paksaan. 

Prof. KH. Nadirsyah Hosen, LLM, MA, Ph.D. memaparkan beberapa fakta menarik yang terjadi di Australia dan Indonesia dalam mengimplementasikan hukum keluarga Islam, pada Seminar Nasional bertemakan, "Implementasi Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Australia" pada Jumat, (23/09.22). Acara diselenggarakan secara hybrid di Gedung Kuliah Terpadu (GKT) Lantai 3 UIN KHAS Jember melalui zoom meeting, dimulai pada pukul 08.30 WIB-selesai.

Di Australia, syarat untuk bisa mengajukan gugatan cerai kepada hakim adalah pasangan suami istri sudah hidup terpisah selama 12 bulan. Dalam hal ini, hakim tidak akan ikut campur tentang latar belakang terjadinya perceraian keduanya atau usaha untuk mendamaikan. 

Sementara dalam hukum Islam, aturannya seorang suami menjatuhkan talak kepada istrinya, kemudian mereka dinyatakan resmi berpisah atau bercerai. Setelah perceraian, masih ada masa iddah kurang lebih 3 bulan dan memungkinkan suami istri tersebut bisa rujuk lagi. 

Jika mengikuti hukum Islam, selama 12 bulan mereka berpisah masih ada kewajiban suami untuk menafkahi istri dan istri masih punya kewajiban kepada suami karena mereka belum resmi berpisah. Sementara hukum di Australia, selama masa berpisah 12 bulan tidak boleh ada hubungan emosional apapun. Jadi masing-masing hidup mandiri. Hal ini menjadi dilema bagi warga Muslim di Australia karena di sana belum ada Mahkamah Syariah, dan masih menggunakan comman law Inggris. 

"Implikasinya bagi umat Islam adalah ketika mau cerai mereka bingung, hukum mana yang akan diikuti. Di Australia, pisah dulu baru cerai sedangkan dalam hukum Islam cerai dulu baru berpisah," ujar Rais Syuriah PCI NU Australia New Zealand.

Lebih lanjut, Gus Nadir (sapaan akrabnya) menyampaikan pasca perceraian, pasti ada pembagian harta gono-gini dan hak asuh anak. Keunggulan di Australia, ketika suami istri berpisah ada lembaga yang khusus untuk mengatur jatah untuk istri yang memiliki hak asuh anak. Pemberian nafkah ini dilakukan melalui sistem transfer dengan langsung memotong gaji mantan suaminya. Sehingga hak perempuan tetap terjaga, tidak perlu mengemis lagi kepada mantan suaminya. Sementara di Indonesia, pemberian nafkah bagi pasangan yang sudah bercerai eksekusinya masih susah. 

"Kita ambil contoh terjadinya perpisahan suami istri karena KDRT. Saat menjadi istrinya saja sudah dikasari, apalagi sudah cerai kok masih mau minta uang," papar Gus Nadir.

Polemik lain soal penikahan yang ada di Australia mengenai pernikahan sesama jenis. Sebelumnya dilakukan jajak pendapat secara resmi oleh pemerintah ternyata hasil polling memihak kepada yang ingin melegalkan pernikahan sesama jenis. Sehingga dilakukanlah amandemen terhadap definisi penikahan. Dari yang awalnya definisi pernikahan adalah dua jenis kelamin yang berbeda, ditambah dengan jenis kelamin yang sama.

"Misal, ada orang Muslim yang menikah sesama jenis, artinya pernikahan mereka sah menurut negara, sementara itu tidak sah menurut agama. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi kami Muslim Australia," jelas Gus Nadir yang juga Dosen Fakultas Hukum di Monash University Australia.

Menanggapi hal itu, bagi Gus Nadir, bahwa setiap manusia memiliki hak suci dari Allah. Dia tidak setuju dengan perbuatannya, bukan dengan orangnya. Justru di negara Australia yang ilegal adalah poligami. Bahkan jika pernikahannya diketahui oleh pemerintah akan dipidanakan. Akan tetapi, hukum Australia juga akan menganggap poligami sah jika pernikahannya dilakukan di negara asalnya.   

Dekan Fakultas Syariah, Prof. Dr. M. Noor Harisudin, M.Fil.I., dalam sambutannya menuturkan bahwa setiap orang memiliki kewajiban untuk menjaga keluarganya sebagaimana termaktub dalam surah At-Tahrim ayat 6. Demikian pula yang terkandung dalam undang-undang yang berlaku di Indonesia.

“Misalnya tentang perkawinan yang diatur dalam UU No. 1/1974 dan perubahan UU No. 16/2012 terhadap undang-undang perkawinan,” tutur Dekan Fakultas Syariah UIN KHAS tersebut.

 

Reporter : Arinal Haq

Editor : Erni Fitriani

Berita Terbaru

Landmark Fakultas Syariah UIN KHAS Jember, Elemen Pembentuk Identitas dan Kebanggaan Menuju Fakultas Cendekia, Progresif, Mencerahkan
24 Sep 2024By syariah
Cegah Cyberbullying, Puskapis Fakultas Syariah Gelar Seminar Hukum Hadirkan Ketua Asosiasi Psikologi Islam Jateng
22 Sep 2024By syariah
Prodi Hukum Pidana Islam Fakultas Syariah UIN KHAS Jember Jalani Asesmen Lapangan Targetkan Akreditasi Unggul
21 Sep 2024By syariah

Agenda

Informasi Terbaru

Belum ada Informasi Terbaru
;