Fikih Kontekstual untuk Kaum Milenial.
Canberra, 18 Agustus 2019. Fikih pada dasarnya sangat dinamis. Karena itu, fikih paling cepat merespon perkembangan zaman, termasuk masyarakat milenial. Demikian disampaikan Prof Dr Kiai M.N. Harisudin, M. Fil.I, Guru Besar Ushul Fikih IAIN Jember dalam acara seminar bertema " Fikih Kontekstual di Era Milenial", 17 Agustus 2019.
Acara yang diselenggarakan oleh PCI NU Australia-New Zealand bekerja sama dengan Pengajian Khataman yang diketuai Ust. Katiman ini bertempat di Musholla kampus Australian National University Canberra. Hadir puluhan mahasiswa dan warga Indonesia di Canberra. Diakui oleh Kiai MN Harisudin bahwa perubahan dalam fikih itu merespon perkembangan IPTEK yang berkembang sangat cepat. " Perubahan fatwa hukum, terutama yang berkaitan dengan muamalah dan bukan ibadah mahdlah merupakan hal yang wajar. Karena syariat dalam mu'amalah sifatnya mutammim (penyempurna). Sehingga aturan dibuat global, tidak rigid dan selalu kontekstual", jelas Ketua Umum Asosiasi Penulis dan Peneliti Islam Nusantara tersebut.
Demikian ini berbeda dengan Fikih Ibadah yang rigit, kaku dan detail karena digunakan untuk sepanjang zaman dan semua tempat."Oleh karenanya, fikih ibadah tidak bisa diotak-atik. Mulai dulu haji yang ke Mekah, puasa Ramadhan, sholat lima waktu dan sebagainya: caranya ya begitu", pungkas Wakil Ketua PW Lembaga Dakwah NU Jawa Timur tersebut. Namun, perubahan dalam fikih muamalah itu juga tidak seketika berubah, namun harus melihat: apakah ada perubahan illat apa tidak. "Dulu di zaman tahun 1930, NU memutuskan bahwa menyalakan mercon di Ramadlan sebagai syiar agama dianjurkan. Tapi tahun 1999, fatwa hukum berubah menjadi haram karena sudah tidak ada lagi syiar pakai mercon, malah mercon dibuat gede, yang bisa membahayakan dan mematikan manusia", ujar Prof Haris yang juga Dekan Fakultas Syariah IAIN Jember tersebut. Termasuk yang berkaitan dengan mu'amalah di era milenial, maka juga melihat apakah syarat perubahan itu terjadi. "Jadi kita cek, apakah syarat perubahan hukum tersebut telah terjadi. Nah, kalau kita lihat era sekarang, ada go food, go send, gojek, go car, dan sebagainya, selama syarat rukun terpenuhi hukumnya sah", jawab Prof Haris yang juga Sekretaris Forum Dekan Fakultas Syariah dan Hukum PTKIN se-Indonesia. (Sohibul Ulum/Humas NU)